Campur tangan pemerintah dalam
pelaksanaan administrasi negara mengakibatkan dalam pelaksanaan tugas, fungsi
dan kewajibannya harus memenuhi syarat-syarat seperti:[1]
a. Efektivitas,
artinya kegiatannya harus mengenai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan
atau direncanakan
b. Legitimitas,
artinya kegiatan Administrasi Negara jangan sampai menimbulkan heboh oleh
karena tidak dapat diterima masyarakat
c.
Yuridikitas, adalah syarat yang menyatkan bahwa
perbuatan para pejabat Administrasi Negara tidak boleh melawan atau melanggar
Hukum dalam arti luas.
d. Legalitas,
merupakan syarat yang menyatakan bahwa tidak satu pun perbuatan atau keputusan
Administrasi Negara yang boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang dalam arti
luas, bila dengan dalih “keadaan darurat”, wajib untuk dibuktikan.
e. Moralitas, syarat
yang paking diperhatikan oleh masyarakat; moral dan etika umum maupun kedinasan
wajib dijunjung tinggi.
f. Efisiensi, wajib
dikejar seoptimal mungkin.
g. Teknik dan teknologi wajib dipakai untuk mengembangkan atau mempertahankan mutu prestasi
sebaik-baiknya.
Dalam melaksanakan syarat-syarat
tersebut diatas diperlukan daya upaya agar administrasi negara dapat berjalan:[2]
1. Pengawasan
2. Pembinaan sistematis
3. Pembinaan personel
4. Pengembangan Hukum Administrasi Negara
Sistem pengawasan yang efektif adalah
sarana terbaik untuk membuat segala sesuatunya berjalan dengan baik dalam
Administrasi Negara, terutama pengawasan
preventif. Pengawasan represif hanya berguna bila; a) dilakukan secara
komprehensif dan cukup intensif c) bilamana laporannya bersifat cukup objektif
dan analitis, dan c) bilamana laporannya disampaikan cukup cepat. Pengawasan adalah
proses kegiatan-kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan,
atau diselenggarakan dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau
diperintahkan. Pengawasan menurut Prajudi Atmosudirjo bersifat:[3]
1. Politik, bilamana
menjadi ukuran atau sasaran adalah efektivitas dan atau legitimitas
2. Yuridis (hukum), bilamana tujuannya adalah menegakkan yuridikitas dan atau legalitas.
3. Ekonomis, bilamana
yang menjadi sasaran adalah efisiensi dan tekhnologi
4. Moril dan susila, bilamana yang menjadi sasaran adalah
mengetahui keadaan moralitas
Menurut Prajudi Atmosudirjo hasil
pengawasan ada yang mempunyai akibat hukum, namun sebagian besar bersifat
politis, administratif (ketatausahaan, organisasional, manajerial, operasional)
atau teknis-fungsional.
Pembinaan baik pembinaan sistematis
maupun personel merupakan daya upaya yang menitikberatkan pada peningkatan
produktivitas karya, peningkatan organisasi dan manajemen, efektivitas dan
efisiensi Administrasi Negara sebagai aparatur yang cukup penting.
Kemudian terdapat permasalahan dalam hal
penafsiran Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 pasal 34 ayat (3) yang
menyatakan “Dalam pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dapat dibentuk dewan pengawas” dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan Layanan Umum didalam pasal 1 poin
(4) dikatakan bahwa “Dewan Pengawas BLU, yang selanjutnya
disebut Dewan Pengawas, adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan BLU”. Padahal yang dimaksud dengan pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, Dewan Pengawas
disini bertugas melaksanakan pembinaan teknis dan pembinaan keuangan.
Terjadi tumpang tindih pengertian yang
ditafsirkan didalam Permenkeu tersebut, adanya pencampuran pengertian
pengawasan dan pembinaan yang secara jelas Prajudi membedakan kedua hal
tersebut yang dikaitkan dengan keberbedaan dampak dari pelaksanaan pengawasan
dan pembinaan yang dikategorikan sebagai salah satu daya upaya untuk membuat
Administrasi Negara dapat memenuhi syarat-syarat peunaian tugas, fungsi dan
kewajibannya.
[1]
Prajudi
Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara,
cet. 10. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar