Kamis, 01 November 2012

Kementerian Negara sebagai Lembaga Negara



Jimly Asshiddiqie dalam makalahnya “Lembaga-Lembaga Negara Organ Konstitusional Menurut UUD 1945. Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga atau organ negara dalam arti yang luas. Artian luas disini mengambil pandangan yang didasarkan atas pendapat Hans Kelsen yang menyatakan bahwa semua organ yang menjalankan fungsi-fungsi ‘law-creating function and law-applying function’ adalah merupakan organ atau lembaga negara. Lihat Hans Kelsen, The General Theory of Law and State. Berdasarkan pandangan Hans Kelsen ini, setiap warga negara yang sedang berada dalam keadaan menjalankan suatu ketentuan undang-undang juga dapat disebut sebagai organ negara dalam arti luas, misalnya, ketika warga negara yang bersangkutan sedang melaksanakan hak politiknya untuk memilih dalam pemilihan umum. Yang bersangkutan dianggap sedang menjalankan undang-undang (law applying function) dan juga sedang melakukan perbuatan hukum untuk membentuk lembaga perwakilan rakyat (law creating function) melalui pemilihan umum yang sedang ia ikuti.
(i)                      Presiden; (Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan Pasal 16 UUD 1945)
(ii)                    Wakil Presiden; (Pasal 4 ayat (2), Pasal 6, 6A, Pasal 7, 7A, 7B, 7C, Pasal 8, dan Pasal 9 UUD 1945)
(iii)                  Dewan pertimbangan presiden; (Pasal 16 UUD 1945)
(iv)                  Kementerian Negara; (Pasal 17 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) UUD 1945)
(v)                    Menteri Luar Negeri; (Pasal 8 ayat (3) UUD 1945)
(vi)                  Menteri Dalam Negeri; (Pasal 8 ayat (3) UUD 1945)
(vii)                Menteri Pertahanan; (Pasal 8 ayat (3) UUD 1945)
(viii)              Duta; (Pasal 13 ayat (1), (2), dan ayat (3) UUD 1945)
(ix)                  Konsul; (Pasal 13 ayat (1) UUD 1945)
(x)                    Pemerintahan Daerah Provinsi; (Pasal 18 dan 18A UUD 1945)
(xi)                  Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi; (Pasal 18 ayat (4) UUD 1945)
(xii)                DPRD Provinsi; (Pasal 18 ayat (3) UUD 1945)
(xiii)              Pemerintahan Daerah Kabupten; (Pasal 18 dan 18A UUD 1945)
(xiv)              Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten; (Pasal 18 ayat (4) UUD 1945)
(xv)                DPRD Kabupaten; (Pasal 18 ayat (3) UUD 1945)
(xvi)              Pemerintahan Daerah Kota; (Pasal 18 dan 18A UUD 1945)
(xvii)            Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota; (Pasal 18 ayat (4) UUD 1945)
(xviii)          DPRD Kota; (Pasal 18 ayat (3))
(xix)              Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); (Pasal 2, 3, dan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UUD 1945)  
(xx)                Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); (Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945)
(xxi)              Dewan Perwakilan Daerah (DPD); (Pasal 22E ayat (5) UUD 1945)
(xxii)            Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang; (Pasal 23E, 23F, dan Pasal 23G UUD 1945)
(xxiii)          Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang; (Pasal 23D UUD 1945)
(xxiv)          Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); (Pasal 23E, 23F, dan Pasal 23G UUD 1945)
(xxv)            Mahkamah Agung (MA); (Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945)
(xxvi)          Mahkamah Konstitusi (MK); (Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945)
(xxvii)        Komisi Yudisial (KY); (Pasal 24B dan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945)
(xxviii)      Tentara Nasional Indonesia (TNI), (Pasal 30 ayat (1), (2), (3), dan ayat (5) UUD 1945) dan
(xxix)          Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). (Pasal 30 ayat (1), (2), (4), dan ayat (5) UUD 1945)
(xxx)            Angkatan Darat (AD); (Pasal 10 UUD 1945)
(xxxi)          Angkatan Laut (AL); (Pasal 10 UUD 1945)
(xxxii)        Angkatan Udara (AU); (Pasal 10 UUD 1945)
(xxxiii)      Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa; (Pasal 18B ayat (1) UUD 1945)
(xxxiv)      Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman35 (Pasal 24 ayat (3) UUD 1945), seperti Kejaksaan Agung (Lihat Rancangan Perubahan Keempat UUD 1945, Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya;
(xxxv)        Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. (Pasal 18B ayat (2) UUD 1945)

Menurut Jimly Ashidiqie Lembaga-lembaga atau badan-badan seperti (a) Kejaksaan, (b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan (c) Komnasham memang tidak disebutkan secara eksplisit keberadaannya dalam UUD 1945. Namun, sejalan dengan prinsip Negara Hukum yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, lembaga-lembaga negara tersebut tetap dapat disebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum tatanegara (constitutional law). Apalagi, secara konstitusional keberadaanya dapat dilacak berdasarkan perintah implisit ketentuan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 sendiri yang menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”. Oleh karena itu, lembaga-lembaga penegak hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang tersebut, seperti Kejaksaan, KPK, dan Komnasham dapat disebut memiliki “constitutional importance” sebagai lembaga-lembaga konstitusional di luar UUD 1945.
Lagi pula, seperti dikemukakan oleh C. F. Strong dalamKonstitusi-Konstitusi Modern (Modern Constitututional)Konstitusi secara luas merupakan seluruh sistem ketatanegaraan negara, kumpulan berbagai peraturan yang membentuk dan mengatur/mengarahkan pemerintahan, peraturan ini sebagian bersifat legal dalam artian bahwa pengadilan hukum mengakui dan menerapkan peraturan-peraturan tersebut, dan sebagian bersifat non-legal atau ekstra legal, yang berupa kebiasaan, saling-pengertian, adat atau konvensi, yang tidak diakui oleh pengadilan sebagai hukum namun tidak kalah efektifnya dalam mengatur ketatanegaraan dibandingkan dengan apa yang secara baku disebut hukum.[1] A.V. Dicey ataupun C. F. Strong dalam makalah Jimly Asshiddiqie, meyatakanconstitutional law” itu sendiri tidak hanya bersumber pada hukum konstitusi yang tertulis, tetapi juga berdasarkan berdasarkan konstitusi yang tidak tertulis. Yang dimaksud dengan “the laws of the constitution” dalam arti yang tertulispun tidak hanya menyangkut teks undang-undang dasar, tetapi juga undang-undang tertulis juga dapat menjadi sumber dalam hukum tatanegara (the sources of constitutional law). Oleh karena itu, lembaga-lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, KPK, dan Komnasham, meskipun tidak disebut secara eksplisit dalam UUD 1945, kedudukannya tetap memiliki “constitutional importance” yang sama pentingnya dengan Kepolisian Negara (POLRI) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kedudukan dan kewenangannya secara khusus diatur dalam Pasal 30 UUD 1945.
Sedangkan ketentuan mengenai poin (iv) yaitu Kementerian Negara yang secara gamblang dijelaskan dalam BAB V Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 17 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) UUD 1945), menurut Jimly dalam bukunya “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi” menyatakan banyak orang yang kurang sungguh-sungguh mengenai hal ini karena dianggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kewenangan mutlak (hak preorogatif) presiden sebagai kepala negarayang sekaligus adalah kepala pemerintahan. Sebenarnya pengaturan soal kementerian negara yang tersendiri dalam Bab yang terpisah dari Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berkaitan dengan kekuasaan presiden, mengandung arti yang tersendiri pula.[2] Melihat rumusan asli maupun perubahan dalam pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang harus dicatat mengenai pokok pengaturan yang pisahkan kedalam Bab tersendiri mengindikasikan bahwa kedudukan menteri-menteri negara itu dianggap sangat penting dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945. Presiden Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia jika ditilik lebih dalam menurut pendapat Jimly Asshiddiqie bukanlah merupakan kepala eksekutif. Kepala eksekutif sebenarnya adalah menteri yang bertanggungjawab kepada presiden.sehingga diartikan kedudukannya sangatlah tinggi sebagai pemimpin pemerintahan eksekutif sehari-hari, artinya para menteri itulah yang pada pokoknya merupakan pimpinan pemerintahan dalam artian sebenarnya dibidang tugasnya masing-masing.[3]


[1] K.C Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern (Modern Constitution), cet. 5. (Bandung: Nusa Media, (Diterjemahkan dari karya K.C. Wheare, Modern Constitution, Oxford University Press, 1996)), hlm. 1.
[2] Jimly Ashidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekjend dan Kepaniteraan MK RI, 2006), hlm. 172.
[3] Ibid., hlm. 173.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar