Senin, 11 Juni 2012

Bank Indonesia dan Pemerintah


Selasa, 12 Juni 2012 Pukul 06.54
  
Bank Indonesia didirikan pada 2 Juli 1951 mempunyai tugas yang ditegaskan didalam pasal 7 UU omor 13 tahun 1968 yang menyatakan: (1) mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai rupiah; (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Tugas yang kedua ini membuat Bank Indonesia berperan aktif dalam sektor ekonomi makro, yang membuat posisi dan fungsi Bank sentral menjadi berkurang dalam menjalankan posisi strategis menjaga kestabilan rupiah. Bank Indonesia yang pada awalnya berada dibawah koordinasi Menteri Keuangan menyulitkan posisinya dalam mengambil kebijakan moneter dan perbankan secara bebas. Konsekuensi yuridis kedudukan Bank Indonesia yang berada dalam koordinasi pemerintah adalah segala kebijakan yang diambil merupakan bagian dari rencana dan kebijakan Pemerintah. Akibatnya ada persepsi fungsi Bank Indonesia sebagai bankir pemerintah lebih terlihat menonjol dibandingkan sebagai penjaga stabilitas moneter.[1]
Dengan landasan hukum yang baru didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, terdapat tiga tugas yang harus dilakukan Bank Indonesia yaitu; (1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan (3) mengatur dan mengawasi bank. Dalam ketiga tugas tersebut terdapat kesepadanan yang saling kait mengait dimana menciptakan keadaan Bank Indonesia harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang berkaitan dengan aspek pengelolaan moneter, sistem pembayaran dan perbankan secara konsisten dan harmonis.
Penerapan Bank Indonesia dalam kebijakan moneternya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bkebijakan ekonomi nasional, namun bisa saja kebijakan moneter yang diberikan Bank Indonesia berbeda dengan kebijakan ekonomi yang ditetapkan Pemerintah. Misalnya saja dalam menentukan laju inflasi dalam penyusunan rancangan pendapatan dan  belanja negara (APBN), Bank Indonesia akan menetapkan atas dasar perkembangan dan prospek ekonomi makro sedangkan pemerintah lebih melihat pada empat asumsi yaitu harga minyak dunia, nilai kurs rupiah terhadap dollar AS, pertumbuhan ekonomi dan nilai ekspor.
Mengenai hubungan pemerintah, Bank Indonesia disinii berposisi sebagai pemegang kas Pemerintah, dimana Bank Indonesia menatausahakan rekening yang dimiliki pemerintah serta menerima pinjaman luar negeri. Dalam hal kebijakan pemerintah dalam bidang perekonomian, khususnya perbankan dan keuangan terkait erat dengan tugas Bank Indonesia, didalam rapat kabinet Gubernur BI memberikan pandangan dan pendapat mengenai kebijakan perekonomian yang akan diambil pemerintah namun bersifat konsultatif saja.[2] Dalam hal pengajuan RAPBN, Bank Indonesia juga memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah khususnya terhadap volume maupun isi RAPBN sebagai analisis moneter sebagi pendukung pelaksanaan APBN. Kemudian dalam hal penerbitan surat utang negara, pemerintah harus berkonsultasi dulu dengan Bank Indonesia agar tidak berakibat negatif terhadap kebijakan moneter.[3]
Dengan melihat dasar hubungan pemrintah dengan Bank Indonesia yang bersifat konsultatif tersebut kalau menurut pendapat Dian Puji N. Simatupang merupakan sifat independensi yang berhakikat kekuatan, kedaulatan dan kekuasaan merumuskan serta melaksanakan kebijakan moneter.[4] Namun perlu dikaji ulang lagi seberapa kuat fungsi dan tugas Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan moneter? (G-Mv)


[1] Dian Puji N. Simatupang, Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah. (Jakarta: Badan penerbit FHUI, 2011), hlm. 266.
[2] Ibid., hlm. 278.
[3] Ibid., hlm. 279.
[4] Ibid., hlm. 279.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar