Dalam teori hukum, jika
peraturan perundang-undangan tidak memberikan kepastian hukum, maka aturan
hukum dikembalikan pada asas hukum umumnya sebagai norma dasar yang dijabarkan
dalam hukum positif yang mengatur mengenai keuangan negara.[1]
Para ahli hukum memandang pengertian dan ruang linfkup keuangan negara dalam
peraturan perundang-undangan memiliki makna karet (caoutchouctermen) yang mengaburkan kepastian hukum dan mengarah ke
penarapan yang berakal buruk (te kwader
trouw), maka harus sesuai dengan keadaan sosial yang sungguh-sungguh (sociale werkelijkheid)[2]
Penafsiran
pertama menurut istilahnya (taalkundige interpretatie) oleh Harun Alrasid menyatakan maksud
keuangan negara adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN). A. Hamid
S. Attamimi menggunakan penafsiran kedua
menurut sejarah (historiche interpretatie)
yang mengartikan keuangan negara adalah segala sesuatu kegiatan yang berkiatan
dengan uang yang dibentul oleh negara untuk kepentingan publik seperti APBN,
APBD, BUMN, BUMD dan seluruh harta kekayaan negara. Harta kekayaan disini sama
dengan keuangan negara sehingga menimbulkan hak; menciptakan uang, hak
mendatangkan hasil, hak melakukan pungutan, hak meminjam, dan hak memaksa serta
menimbulkan kewajiban; menyelenggarakan tugas negara dan membayar hak tagihan
pihak ketiga. Penafsiran ketiga
dilakukan Arifin P. Soeria Atmadja melalui penafsiran yang ada dalam masyarakat
(penafsiran teleologis). Keuangan
negara dalam artian sempit berupa APBN untuk mengetahui sistem pengurusan dan
pertanggungjawabannya, sedangkan dalam artian luas APBN, APBD, BUMN/BUMD dan
seluruh kekayaan negara jika melalui pendekatan sistematis dan teleologis.
Penafsiran ini memberika penjelasan semua sektor keuangan memiliki aturan
sendiri atau tata kelola (rechtregiem)
yang sejalan dengan perkembangan masayarakat, sekaligus memberi kemudahan pemerintah
mengambil keputusan dalam bidang keuangan negara berdasarkan atas hukum (rechtshabdeling) dan berdasarkan fakta (feitelijke handeling).
Secara prinsip UU No 17
tahun 2003 tidak membedakan status hukum uang dan kepemilikian kekayaan dalam
suatu badan negara, badan daerah badan usaha milik negara maupun daerah,
sehingga menyalahi konsep hukum yang tegas membedakan antara kepunyaan publik (public domain) dan kepunyaan privat (privat domain) dalam kekayaan dan
keuangan negara. (G-Mv) end of defenisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar