Selasa, 19 Juni 2012

Kewenangan I


Selasa, 19 Juni 2012 Pukul 21.02

Istilah kewenangan atau wewenang disejajarkan dengan “authority” dalam bahasa Inggris dan “bevoegdheid” dalam bahasa Belanda. Authority dalam Black’s Law Dictionary diartikan legal power; a right to command or to a act; the right and power of public officers to require obedience to their orders lawfully issued in scope of their publikc duties. (kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik. Wewenang menurut Philipus M. Hadjon, dalam konsep publik wewenang sekurang-kurangnya terdiri dari 3 komponen, yaitu:[1]
1.      Komponen Pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.
2.      Komponen dasar hukum menyatakan bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya.
3.      Komponen konformitas mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu)
Adanya dasar hukum yang didasarnya pada asas legalitas yang didalam hukum admnistrasi disebut “wetmatigheid van bestuur” yang berakar pada kekuasaaan pemerintahan atau bestuur. Konsep bestuur menggambarkan bahwa kekuasan disini tidaknya hanya terikat tetapi juga kekuasaan bebas (vrij bestuur, Fries Ermessen, discretionary power)[2], yang meliputi:
a.       Kebebasan kebijakan (diskresi dalam arti sempit), artinya bila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintah dengan bebas untuk tidak menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi.
b.      Kebebasan penilaian (diskresi dalam arti tidak sesungguhnya) adalah hak yang diberikan organ pemerintah untuk menilai secara mandiri dan eklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah terpenuhi.
Hubungan kewenangan dengan hukum administrasi dan hukum tata negara yang berisikan norma hukum pemerintahan menjadi parameter dalam penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah, seperti parameter kepatuhan hukum (improper legal) atau ketidakpatuhan hukum (improper illegal) yang harus dipertanggungjawabkan. Hukum administrasi hakikatnya berhubungan dengan kewenangan publik, cara pengujian kewenangan, dan kontrol terhadap kewenangan.[3]
Sumber wewenang yaitu atribusi, delegasi dan mandat, terkait dengan itu J.G.Brouwer dan A.E.Schilder bahwa:[4]
1.      With attribution, power is granted to an administrative authority by an independent legislative body. The power is initial (originair), which is to say that is not derived from a previously non existent powers and assigns them to an authority.
2.      Delegations is te transfer of an acquired attribution of power from one administrative authority to another, so that the delegate (the body that has acquired the power) can exercise power in its own name.
3.      With mandate, there is no transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to the other body (mandataris) to make decisions or take action in its name.
Atribusi diberikan kepada badan administrasi oleh badan legislatif, asli tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya, mandiri dan bukan putusan kewenangan sebelumnya. Delegasi merupakan kewenangan yang ditransfer dari atribusi sehingga dlegator dapat menguji kewenangan tersebut. Mandat bukan merupakan tranfer kewenangan tetapi hanya memberi wewenangan suatu badan untuk membuat suatu keputusan atau mengambil tindakan atas namanya. (G-Mv) to be continues...


[1] Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5&6 Tahun XII, Sep-Des 1997, hlm.1. (Philipus M. Hadjon III)
[2] Philipus M. Hadjon, Discretionary Power dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Paper disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi”, Semarang, 6-7 Mei 2004, hlm. 1.
[3] Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004,hlm. 62.
[4] Brouwer J.Gdan Schilder, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars Aequi Libri, Nijmegen, 1998. Page. 16.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar